Data kemiskinan merupakan salah satu indikator strategis dan menjadi sorotan publik. “Jika proses pendataan Susenas dikawal, hasilnya akan baik. Membaca data merupakan bagian penting, kita harus tahu profil kemiskinan dan mampu memberi penjelasan kenaikan atau penurunan angka kemiskinan,” ucap Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Margo Yuwono ketika membuka Rekonsiliasi Penghitungan Kemiskinan Kabupaten/Kota 2018, di Hotel Harris, Bekasi, Jawa Barat, Senin (29/10).
Rekonsiliasi yang diikuti Kepala Bidang Statistik Sosial (Kabid Sosial) dan Kepala Seksi Statistik Ketahanan Sosial (Kasi Hansos) BPS seluruh Indonesia ini digelar selama empat hari, dari 29 Oktober hingga 1 November.
Kegiatan rekonsiliasi membahas finalisasi hasil penghitungan kemiskinan kabupaten/kota serta menyiapkan publikasi data Potensi Desa (Podes) 2018. Selain itu, juga diberikan pembekalan metodologi penghitungan, konsep, definisi, dan pemahaman kemiskinan. Materi ini diberikan untuk meningkatkan kapasitas Kasi Hansos yang sering rotasi/mutasi.
Usai pembukaan, dilakukan diskusi yang menghadirkan narasumber dari TNP2K, Sri Kusumastuti Rahayu, Akademisi Universitas Indonesia, Teguh Dartanto, serta Ketua Bappeda Jawa Tengah (Jateng), Sujarwanto, dengan moderator Direktur Statistik Ketahanan Sosial, Harmawanti Marhaeni.
Ketiga narasumber menjelaskan bahwa dalam setiap kebijakan yang dibuat selalu menggunakan data BPS. “Data salah, perumusan kebijakan juga salah, data BPS sangat mempengaruhi pengambilan keputusan,” jelas Sujarwanto, yang mengenal baik Margo sejak menjabat Kepala BPS Provinsi Jateng. Sujarwanto mengapresiasi tim BPS Jateng yang selalu membantu membaca dan menjelaskan makna di balik data.
Dalam paparannya Teguh menyebutkan, ukuran kemiskinan banyak dipertanyakan, sehingga perlu dipelajari kemungkinan perbaikan metodologi penghitungan kemiskinan di masa yang akan datang.
Sebagian foto kegiatan rekonsiliasi dapat dilihat pada link berikut:
https://laci.bps.go.id/s/W9k3KDFcQbJc1gl
Sumber : community BPS