“A professional writer is an amateur who didn’t quit. Definisi pintar tidaklah mereka yang berhasil meraih nilai bagus, menjadi juara Instruktur Nasional (Innas), masuk sepuluh besar di STIS, meraih gelar cum laude dalam jenjang S2 atau S3. Itu semua ibarat makan nasi. Adalah sebuah keharusan. Jangan dibawa-bawa lagi, apalagi sampai membusungkan dada karenanya. Hayu kita mulai lagi dari nol. Siapa dirimu sekarang adalah apa yang kamu lakukan saat ini, bukan yang kemarin-kemarin” Kalimat yang diucapkan Deputi Bidang Statistik Sosial, M. Sairi Hasbullah tersebut membakar semangat peserta Workshop Menulis yang berlangsung selama tiga hari (8-12 November 2017) di Hotel Santika Teras Kota BSD Tangerang Banten.
Pendidikan atau peningkatan kemampuan pegawai tidak hanya bersifat formal tapi juga non formal. Sebagai contoh Capacity Building non formal itu adalah Workshop Menulis. Pesertanya adalah wakil dari masing-masing provinsi yang pernah menulis di media lokal koran daerah atau nasional. Saat ini BPS sangat membutuhkan orang-orang untuk memasyarakatkan hasil sensus atau survei yang dilaksanakan BPS. Tentu saja hasil yang disampaikan tidak bisa memuaskan semua pihak. Terkadang muncul berita negatif yang berasal bukan dari kesalahan yang dilakukan oleh petugas lapangan melainkan miss interpretasi terhadap data sehingga menimbulkan berita yang menyudutkan BPS. “Tugas kitalah untuk meluruskannya” ujar Sestama BPS Adi Lumaksono yang didampingi Kepala Biro Humas dan Hukum Dwi Retno ketika membuka Workshop Menulis Kamis (09/11) pagi. Lebih lanjut Adi mengatakan bahwa menulis itu mudah diucapkan tapi susah dilakukan. Kalau tidak dilatih tidak akan tertuang ke dalam sebuah tulisan. Dalam menulis, kita harus tetap berpegang kepada visi dan misi BPS. Para peserta diyakini sudah menuangkan ide-idenya tentang data di BPS. Dalam menulis, kita tidak boleh menghilangkan sifat kritis akan sesuatu yang menggelitik telinga kita. Tapi jangan berlebihan. Karena saat ini eranya cepat mengalahkan yang lambat.
Selama tiga hari peserta dijejali teori dan praktek menulis opini yang baik. Narasumber yang dihadirkan diantaranya jurnalis senior di berbagai koran nasional. M. Sairi yang juga hadir untuk memberikan motivasi yang sangat luar biasa memberi penekanan bahwa, BPS Butuh orang yang mampu melakukan intrepretasi data. Saat ini banyak ‘berseliweran’ data, BPS butuh orang cerdas, yang mampu mendudukkan fakta yang benar melalui tulisan.
Antusias dan semangat peserta nampak pada status yang diupload di media sosial. Status di medsos dengan perolehan like dan share terbanyak mendapat hadiah dari panitia, Tim Biro Humas dan Hukum dengan dukungan Aliansi Jurnalis Independent (AJI). Peserta workshop juga diminta menulis opini dengan topik yang telah ditentukan. Opini tersebut dibedah habis oleh redaktur media Bisnis Indonesia, The Jakarta Post, Kompas, Tempo, Republika, dan koran nasional lainnya. Terpilih 12 naskah opini terbaik, yang mendapat bimbingan khusus perbaikan/edit. Harapannya opini tersebut setelah ‘dipoles’ dan diedit dapat tayang di media nasional.
“Tidak ada alasan sibuk. Semua bisa dilaksanakan. Asal ada time management yang baik. Kita sebagai komunikator, jangan biarkan masyarakat lebih percaya data yang berseliweran karena tidak ada komunikator BPS yang baik.” Ucap Sairi di penghujung motivasinya. Yuk, menulis sebuah buku sebelum mati. Tulisan bisa dikenang, meski kita sudah tiada.
Paparan workshop menulis dapat diunduh pad link berikut:
https://laci.bps.go.id/s/aCZGhUlM8LcnpHZ
sumber : community BPS